A. Judul
Penerapan Metode
Sosiodrama Dalam Pembelajaran PKn Pada Pokok Bahasan Bentuk-Bentuk Keputusan
Bersama Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar di sekolah Dasar
(Penelitian Tindakan Kelas di sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI)
B. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) adalah mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia 1945 (Depdiknas, 2006).
Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah
untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
1.
Berfikir
kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2.
Berprestasi
secara cerdas dan tanggung jawab serta bertindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Berkembang secara
positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4.
Berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Ditjen
Depdiknas pada tahun 2006 memutuskan bahwa kompetensi pendidikan kewarganegaraan
adalah mengantarkan peserta didik menjadi ilmuwan dan professional yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis dan berkeadaban dan
menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi
aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem pancasila
(Kardiyat, 2008:6).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan warga negara agar dalam memasuki
kehidupan bermasyarakat dapat mengembangkan kehidupan pribadi yang memuaskan,
menjadi warga negara yang berkesadaran kebangsaan yang tinggi serta bertanggung
jawab pada NKRI yang bersendikan pancasila. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, hendaknya
dirancang cara pembelajaran yang terampil dan mendapat pengalaman nyata
sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga setelah
terjun dalam masyarakat kelak.
Cara membelajarkan
siswa supaya terampil dan mendapat pengalaman belajar yang berharga masih
menjadi masalah di lapangan. Masalah yang dimaksud adalah siswa mengalami
kesulitan dalam membedakan ciri-ciri musyawarah dan voting karena setiap
pembelajaran PKn siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru lalu menghafal
materi tersebut serta siswa masih memilih teman yang akrab untuk dijadikan
kelompoknya.
Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran PKn pada semester
genap 2012/2013 dalam pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama di SD
Laboraturiom Percontohan UPI kelas V, tergambar belum dapat mendesain strategi
pembelajaran secara maksimal. Guru membagi kompetensi dasar yang telah ada
dalam 2 kali pertemuan. Setiap satu pertemuan terdapat alokasi waktu sebanyak 2
kali 35 menit. Strategi yang diciptakan adalah dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran secara konvensional (ceramah). Hal ini dilakukan berdasarkan
isi materi pelajaran tentang bentuk-bentuk keputusan bersama dan adanya asumsi
guru tentang masih banyaknya siswa kelas V yang menyukai tanya jawab saat
proses belajar.
Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut, pertama-tama guru
meminta masing-masing siswa membaca materinya yang terdapat pada buku ajar PKn
kelas V selama kurang lebih 15 menit. Kemudian guru menerangkan materi secara
lisan kepada siswa kurang lebih selama 40 menit. Namun selama 40 menit itu,
berbagai masalah terjadi pada siswa. Tidak banyak di antara mereka yang
mendengarkan penjelasan yang disampaikan guru. Mereka lebih memfokuskan diri
pada permainan-permainan yang dilakukannya sebelum melaksanakan pembelajaran,
dan juga terdapat sebagian besar siswa yang sedang mengobrol dengan teman
sebangkunya dan ada juga di antaranya yang melakukan iseng kepada
teman-temannya yang berada di dekat ataupun yang lebih jauh darinya.
Begitu juga dalam pelaksanaan diskusi kelompok, guru meminta
siswa untuk memilih teman sekelompoknya. Sehingga pada saat menyelesaikan
tugas, siswa lebih asik mengobrol dengan teman sebangkunya dan ada juga
diantaranya yang iseng kepada teman-temannya yang berbeda di dekat ataupun yang
lebih auh darinya.
Melihat kondisi dan situasi siswa yang seperti itu, beberapa
masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu: (1) siswa kebingungan pada saat
membedakan ciri-ciri pokok musyawarah dan voting; (2) siswa menerima materi
secara pasif. Siswa hanya mendengarkan dan menghafal materi yang dipelajari; (3)
siswa kurang memiliki sikap kerjasama ketika diskusi.
Beberapa penyebab yang menjadi masalah tersebut adalah: (1)
guru menggunakan metode yang kurang tepat; (2) guru kurang menanamkan
pengalaman belajar yang mendalam kepada siswa; (3) guru tidak membagikan tugas
yang jelas kepada siswa saat diskusi kelompok.
Jika kondisi pembelajaran yang demikian terus berlangsung,
maka untuk menciptakan siswa yang terampil dan memiliki pengalaman belajar yang
berharga tidak tercapai. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya dapat
mengatasi masalah ini dengan menerapkan berbagai cara melalui penerapan
pendekatan, model dan metode pembelajaran. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh
seorang guru adalah sebagai berikut: (1) metode diskusi; (2) pendekatan
keterampilan proses; (3) metode sosiodrama.
Dari tiga alternatif
cara untuk mengatasi masalah tersebut dipilih salah satu alternatif yang dirasa
tepat, yaitu Metode Sosiodrama. Menurut syaifullah (2008) yang mengatakan bahwa
“metode sosiodrama akan : (1) dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam
ingatan siswa (2) sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas
menjadi dinamis dan penuh antusias (3) membangkitkan gairah dan semangat
optomisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kesetiakawanan sosial yang tinggi (4) dapat menghayati peristiwa yang
berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya
dengan penghayatan siswa sendiri”. Pada kesempatan ini perbaikan pembelajaran
pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama di kelas V SD Laboraturiom
Percontohan UPI Kota Bandung melalui Metode Sosiodrama.
C. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, masalah umum penelitian ini dapat dirumuskan “Bagaimana Penerapan Metode
Sosiodrama Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bentuk-Bentuk Keputusan Bersama
kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI”. Secara khusus rumusan masalah
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
penerapan Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V
SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
2.
Bagaimana
aktivitas siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk
keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
3.
Bagaimana
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk
keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
D. Tujuan
Penelitian
Tuuan dilakukannya penelitian
ini adalah:
1.
Mengetahui
gambaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V
SD Laboraturiom Percontohan UPI.
2.
Mengetahui
gambaran aktivitas siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk
keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.
3.
Mengetahui
gambaran prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk
keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.
E. Manfaat
Hasil Penelitian
Adapun
manfaat yang diperoleh dari perbaikan pembelajaran ini adalah:
1. Bagi
Ilmu Pengetahuan
a.
Memperkaya
metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran PKn pada pokok
bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
b.
Sebagai
bukti bahwa Metode Sosiodrama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
2. Bagi
Siswa
a.
Siswa
akan mengalami hal baru karena ada metode yang berbeda dalam setiap pokok
bahasan.
b.
Siswa
membiasakan kerjasama dalam proses belajar
3. Bagi
Guru
a.
Merupakan
sarana untuk menambah wawasan tentang pembelajaran.
b.
Mendapat
satu alternatif metode pembelajaran pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
F. Asumsi
dan Hipotesis Tindakan
1. Asumsi
a.
Metode
sosiodrama dapat memberikan pengalaman tentang situasi sosial tertentu (Ahmadi,
2005:82).
b.
Metode
sosiodrama dapat mengembangkan kreatifitas siswa dan memupuk kerjasama antar
siswa (Winarno dalam pakguruonline).
2. Hipotesis
Tindakan
Metode Sosiodrama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.
G. Kajian
Pustaka
1. Metode
Pembelajaran
Pendidikan memegang peran
penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkaualitas. Oleh karena
itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal
tersebut bisa tercapai apabila siswa dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada
waktunya dengan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar seseorang,
ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu, kemampuan guru
(profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan metode-metode yang
tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran,
sehingga menghasilkan pembelajaran
yang lebih baik.
Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode pembelajaran adalah, “Metode
pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan
siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran
adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Berdasarkan
definisi atau pengertian
metode pembelajaran yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh seorang
guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.
Menurut Nana Sudjana (1989:78 –
86), terdapat bermacam-macam metode dalam mengajar, yaitu Metode ceramah,
Metode Tanya Jawab, Metode Diskusi, Metode Resitasi, Metode Kerja Kelompok,
Metode Demonstrasi dan Eksperimen, Metode sosiodrama (role-playing),
Metode problem solving, Metode sistem regu (team teaching),
Metode latihan (drill), Metode karyawisata (Field-trip), Metode
survai masyarakat, dan Metode simulasi.
2. Metode
Sosiodrama
2.1
Pengertian Sosiodrama
Istilah
sosiodrama dan bermain peranan (role playing) dalam metode merupakan dua
istilah yang kembar, bahkan di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu
bersamaan dan silih berganti. Namun, pada prinsipnya keduanya merupakan metode
yang berbeda. Sosiodrama dimaksud adalah sebuah metode mengajar dengan
mendemonstrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial (Ahmadi, 2005: 65). Pada metode bermain
peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan
indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi.
Winarno
(dalam pakguruonline) juga menjelaskan definisi keduanya dengan lebih rinci
lagi yaitu sosidrama berasal dari dua kata yaitu “sosio” yang berarti sosial
dan “drama” yang berarti suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia
yang mengandung konflik, pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau
lebih, sedangkan bermain peranan berarti memegang fungsi sebagai orang yang
dimainkannya, sebagai contoh berperan sebagai Lurah, Penjudi, Presiden dan
sebagainya. Namun dari hal tersebut, ia menggabungkan kedua istilah itu dalam
satu pengertian yang sama yaitu “Metode Sosiodrama” yang artinya suatu metode
mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah
hubungan sosial untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dalam hal ini,
Winarno menjelaskan bahwa masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan
oleh siswa di bawah pimpinan guru untuk mengajarkan cara-cara bertingkah laku
dalam hubungan antar sesama manusia. Dan cara yang paling baik untuk memahami
nilai sosiodrama adalah dengan mengalami sendiri sosiodrama tersebut dan
mengikuti penuturan terjadinya sosiodrama serta langkah-langkah guru pada saat
memimpin sosiodrama.
Anitah
(2007:23) juga mendeskripsikan pengertian metode sosiodrama yang seirama dengan
Ahmadi bahwa sosiodrama adalah salah satu bentuk mengajar yang dilakukan oleh
kelompok untuk melakukan aktivitas belajar memecahkan masalah yang berhubungan
dengan masalah individu sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan
dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sosiodrama dam bermain
peranan (role playing) merupakan dua istilah yang berbeda dalam metode,
meskipun keduanya mengandung pengertian yang sama yaitu mendramatisasikan
masalah-masalah sosial. Hanya saja keduanya memiliki titik tekan yang
berbeda-beda. Sosidrama berada pada titik tekan pendemonstasian sikap atau
tingkah laku yang sesuai dengan sikap atau tingkah laku masyarakat dalam
hubungan sosial. Sedangkan bermain perana (role playing) dengan menekankan
pada karakter pelaku sebenarnya.
Agar
dapat menghasilkan kegiatan bersosiodrama secara efektif, kemampuan guru yang
harus diperhatikan untuk menunjang metode sosiodrama diantaranya:
a.
Mampu
membimbing siswa dalam mengarahkan teknik, prosedur dan peran yang akan
dilakukan dalam sosiodrama.
b.
Mampu
memberikan ilustrasi.
c.
Mampu
menguasai pesan yang dimaksud dalam sosiodrama.
d.
Mampu
mengamati secara proses yang dilakukan oleh siswa.
Adapun kondisi dan kemampuan
siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang metode sosiodrama diantaranya:
a.
Kondisi
minta perhatian dan motivasi dalam sosiodrama
b.
Pemahaman
terhadap pesan yang akan disosiodramakan.
c.
Kemampuan
dasar berkomunikasi dan berperan.
2.2 Penggunaan
Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama menurut Ahmadi (2005:82) dapat digunakan
apabila:
1) keterangan secara lisan tidak dapat
menerangkan pengertian yang dimaksud;
2) memberikan gambaran mengenai
bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi sosial tertentu;
3) memberikan kesempatan untuk menilai
atau pandangan mengenai suatu tingkah laku sosial menurut pandangan
masing-masing;
4) belajar menghayati
sendiri keadaan;
5) memberikan kesempatan untuk belajar
mengemukakan penghayatan sendiri mengenai suatu situasi sosial tertentu dengan
mendramatisasikannya di depan penonton dan bukan memberikan keteranmgan secara
lisan;
6) memberikan gambaran mengenai
bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam situasi sosial tertentu.
2.3 Tujuan Penggunaan
Metode Sosiodrama
Dalam sebuah kegiatan, pasti terdapat suatu tujuan yang
ingin dicapai. Menurut beberapa pendapat, disebutkan beberapa tujuan
diadakannya sosiodrama, yaitu:
1) Ahmadi (2005 : 81) menjelaskan beberapa
tujuan penggunaan sosiodrama antara lain: a) menggambarkan bagaimana seseorang
atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial tertentu, b) menggambarkan
bagaimana cara pemecahan suatu masalah sosial, c) menumbuhkan dan mengembangkan
sikap kritis terhadap sikap atau tingkah laku dalam situasi sosial tertentu, d)
memberikan pengalaman untuk menghayati situasi sosial tertentu, dan e)
memberikan kesempatan untuk menijau suatu situasi sosial dari berbagai sudut
pandang tertentu.
2)
Sudjana (2002 : 84)
juga menjelaskan beberapa tujuan yang diharapka dengan sosiodrama antara lain:
a) agar seseorang dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, b) dapat
belajar bagaimana membagi tanggung jawab, c) dapat belajar bagaimana mengambil
keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, d) merangsang kelas untuk berfikir
dan memecahkan masalah.
Dari beberapa tujuan diatas, peneliti ingin menambahkan
beberapa tujuan diterapkanya metode sosiodrama dalam sebuah pembelajaran
diantaranya :
1. Membangkitkan gairah belajar siswa terhadap kegiatan
pembelajaran.
2. Meningkatkan potensi yang ada dalam diri siswa.
3. Meningkatkan semangat kerjasama dengan teman-temannya untuk
dapat memecahkan masalah-masalah sosial.
4. Menghilangkan rasa malu pada diri siswa dan meningkatkan
rasa percaya diri pada mereka.
2.4 Kelebihan
dan Kekurangan Metode Sosiodrama
Ada beberapa pendapat tentang kelebihan dan kekurangan
metode sosiodrama diantaranya:
1.
Kelebihan
Ahmadi (2005:65) menjelaskan beberapa kebaikan dari metode
sosiodrama antara lain 1) melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta
melatih keberanian; 2) metode ini akan menarik perhatian anak sehingga suasana
kelas menjadi hidup; 3) anak-anak dapat menghayati suatu peristiwa sehingga
mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri; 4) anak dilatih
untuk menyusun pikirannya dengan teratur.
Ahmadi melanjutkan kelebihan-kelebihan sosiodrama tersebut
yaitu 1) memperjelas situasi sosial yang dimaksud; 2) menambah pengalaman
tentang situasi sosial tertentu; 3) mendapat pandangan mengenai suatu tindakan
dalam sustu situasi sosial dari berbagai sudut (Ahmadi, 2005:82)
Fikri (2009) juga menyebutkan beberapa kebaikan dari
sosiodrama diantaranya 1) memiliki keuntungan dapat menyalurkan
perasaan-perasaan atau keinginan-keinginan terpendam karena memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan (mencurahkan) penghayatan mereka mengenai
suatu problem didepan orang banyak (murid-murid); 2) untuk mengajar anaknya
supaya ia bisa menempatkan dirinya diantara orang lain.
Winarno (dalam pakguruonline) menambahkan kebaikan dari
metode sosiodrama adalah 1) mengembngkan kreatifitas siswa; 2) memupuk
kerjasama antar siswa; 3) menumbuhkan bakat siswa dalam seni drama; 4) siswa
lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri; 5) memupuk keberanian
berpendapat didepan kelas; 6) melatih siswa untuk menganalisa masalah dan
mengambil kesimpulan dalam waktu singkat.
Ada kebaikan lain yang diungkapkan oleh syaifullah (2008)
yaitu 1) dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2)
sangat menarik bagi siswa sehinga memungkinkan kelas menjadi dinamis; 3)
membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan
rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi; 4) dapat menghayati
peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri; 5) dimungkinkan
dapat meningkatkan kemampuan professional siswa dan dapat menumbuhkan/membuka
kesempatan bagi lapangan kerja
2. Kekurangan
Disamping terdapat kebaikan-kebaikan, metode sosiodrama juga
memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya:
1)
metode ini memerlukan
waktu cukup banyak; 2) memerlukan persiapan yang teliti dan matang; 3)
kadang-kadang anak-anak tidak mau mendramatisasikan suatu adegan karena malu;
4) kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabiala pelaksanaan
dramatisasi itu gagal, Ahmadi (2005:65).
Dalam masalah ini, Ahmadi (2005:82) menambahkan beberapa
kekurangan metode sosiodrama ini yaitu 1) situasi sosial yang didramatisasikan
hanyalah tiruan; 2) situasi ini dalam kelas berbeda dengan situasi yang
sebenarnya dimasyarakat.
Sama dengan kebaikan-kebaikan diatas, fikri (2009) juga
mengemukakan beberapa kelemahan dari metode sosiodrama diantaranya, 1) situasi
sosial yang diciptakan dalam suatu lakon tertentu, tetap hanya merupakan
situasi yang memiliki kekurangan kulitas emosional dengan situasi sosial
sebenarnya; 2) sukar untuk memilih anak-anak yang betul-betul berwatak
cemerlang untuk memecahkan sebuah masalah; 3) perbedaan adat istiadat
kebiasaaan dan kehidupan dalam masyarakat akan mempersulit mengaplikasikan
metode ini; 4) anak-anak yang tidak mendapatkan giliran akan menjadi pasif.
Dan Winarno (dalam pakguruonline) juga demikian, ia
menyebutkan beberapa kelemahan dari metode sosiodrama dalam artikelnya
yaitu 1) adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tidak
tercapai; 2) pendengar (siswa yang tidak berperan) sering mentertawakan tingkah
laku pemain sehingga merusak suasana.
Senada dengan Surakhmad, Syaifullah (2008) juga menyebutkan
beberapa kekurangan dari sosiodrama antara lain : 1) memerlukan
kreatifitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan tidak
semua guru memilikinya; 2) kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran
merasa malu untuk memerankan suatu adegan tertentu; 3) apabila pelaksanaan
sosiodrama dan bermain peranan mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi
kesan kurang baik tetapi sekaligus tujuan pengajaran tidak tercapai; 4) tidak
semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini; 6) pada pelajaran
agama masalah aqidah, sosiodrama dan bermain peranan sulit diterapkan.
2.5 Langkah-langkan
Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama secara teoritis telah banyak dikenal oleh
sebagian besar pendidik kita, namun secara praktisi masih banyak di antara
mereka yang belum memahaminya. Terdapat beberapa petunjuk untuk dapat
menerapkan metode ini, ada yang mengungkapkan secara sederhana dan ada juga yang
menjelaskan secara terperinci petunjuk-petunjuk tersebut. Namun pada prinsipnya
petunjuk-petunjuk itu adalah sama. Dan dalam penerapannya, dapat dikembangkan
tersendiri oleh yang bersangkutan.
Adapun beberapa petunjuk atau langkah-langkah dalam menggunakan
metode sosiodrama ini tersaji dalam beberapa tahap diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, Engkoswara (Usman, 2002:52) mengatakan
bahwa sebelum melakukan sosiodrama diperlukan penentuan pokok permasalahan yang
akan didramatisasikan terlebih dahulu, menentukan para pemain, dan
mempersiapkan para siswa sebagai pendengar yang menyaksikan jalannya cerita.
Masalah yang akan didramatisasikan dipilih secara bertahap, dimulai dari
persoalan yang sederhana dan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan berikutnya
yang agak sukar dan lebih bervariasi . Dan juga perlu diingat, masalah-masalah
yang akan ditetapkan harus menarik perhatian siswa (Sudjana, 2002:85) serta
ditambahkan oleh Hendrowiyono (2004:34) yang mengatakan bahwa situasi masalah yang
akan ditetapkan harus sesuai dengan tingkat usia siswa.
Engkoswara melanjutkan kembali pembahasan di atas dengan
menjelaskan cara memilih dan menentukan para pelaku, yang menurutnya dalam
pemilihan para pelaku hendaknya secara sukarela atau bila tidak mungkin,
sebaiknya guru menunjuk siswa yang dianggap cakap dan cocok untuk memainkan
peranan yang direncanakan. Suhirman (2008) menegaskan para pelaku yang dipilih
sebaiknya yang memahami persoalan dan mempunyai daya fantasi, bukan anak yang
pandai melucu atau pemalu.
2. Tahap pelaksanaan.
Setelah tahap-tahap dalam persiapan terselesaikan, siswa
dipersilahkan untuk mendramatisasikan masalah-masalah yang diminta selama
kurang lebih 4 sampai 5 menit berdasarkan pendapat dan inisiasi mereka sendiri (Engkoswara
dalam Usman, 2002:52).
Dalam hal ini, Ahmadi (2005:80) menambahkan bahwa dalam
melaksanakan sosiodrama siswa diberi kesempatan untuk menggambarkan,
mengungkapkan, atau mengekspresikan suatu sikap, tingkah laku atau penghayatan
sesuatu yang dipikirkan, dirasakan, atau diinginkan seandainya ia menjadi tokoh
yag diperankannya itu secara spontan. Semua teks atau naskah cerita tidak
diperlukan oleh siswa pada saat itu. Mereka cukup memahami garis-garis besar
yang akan didramatisasikan.
Menanggapi hal tersebut, Engkoswara sependapat dengannya dan
mengatakan bahwa bermain peran yang secara spontan diharapkan akan dapat
mewujudkan jalannya cerita dengan peran guru hanya sebagai pengawas serta akan
memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuanya dalam
bermain peran.
Pada saat itu, ia juga menjelaskan apabila dalam pelaksanaan
permainan itu terjadi kemacetan, maka guru sebaiknya segera bertindak dengan
menunjuk siswa lain untuk menggantikannya, atau siswa yang memainkan peran
tersebut diberikan isyarat atau aba-aba agar mereka dapat membetulkan
permainannya. Dan dalam pelaksanaan sosiodrama ini menurutnya tidak perlu harus
selesai akan tetapi juga dapat dilanjutkan oleh siswa yang lainnya.
Namun demikian, sebelum pelaksanaan sosiodrama ini
terselesaikan, Sudjana (2002:85) dan Hendrowiyono (2004:34) mengatakan bahwa
guru dapat menghentikan sosiodrama tersebut apabila berada pada situasi yang
memuncak/ketegangan dan kemudian membuka diskusi kelas untuk memecahkan
masalah-masalah yang disosiodramakan secara bersama-sama.
3. Tahap Tindak Lanjut
Seperti yang telah diungkapkan oleh sudjana dan hendrowiyono
di atas bahwa apabila sosiodrama telah berakhir, maka diperlukan sebuah upaya
tindak lanjut. Dan mereka mengatakan diskusi sebagai salah satu alternatifnya.
Engkoswara (dalam Usman, 2002:53) mengungkapkan bahwa
sosiodrama merupakan sebuah metode mengajaw, jadi dalam praktiknya tidak hanya
berakhir pada pelaksanaan dramatisasi semata, melainkan hendaknya dapat
dilanjutkan dengan tanya jawab, diskusi, kritik, atau analisis persoalan. Dan
bila dipandang perlu, siswa lainnya diperbolehkan mengulang kembali peranan
tersebut dengan lebih baik lagi.
Sudjana (2002:95) menambahkan bahwa sebagai salah satu upaya
tindak lanjut siswa dapat melakukan aktifitas menilai atau memberi tanggapan
terhadap pelaksanaan sosiodrama dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membuat kesimpulan hasil sosiodrama.
3. Prestasi
Belajar
Prestasi belajar yang dicapai
seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik
dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal)
individu (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 138). Apa yang dicapai oleh
siswa setelah
melakukan kegiatan belajar sering disebut prestasi belajar
(Tohirin,
2005: 151). Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi
belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan
berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek
yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan kurang memuaskan
jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga criteria tersebut.
Dari beberapa pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha
dari kegiatan belajar dan interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kesempurnaan
pada tiga aspek tersebut harus terpenuhi oleh siswa sesuai dengan tingkat
keberhasilansesuatu dalam mempelajari materi pelajaran agar memberikan
pengalaman belajar yang sangat berharga.
H. Metode
Penelitian
1. Metode
Penelitian
Dengan melihat permasalahan yang menjadi
objek dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini berhubungan dengan bidang penelitian yang
dilakukan sesuai dengan wilayah cakupannya yang meliputi ruang lingkup sebuah
kelas, karena penelitian ini mampu meningkatkan dan memperbaiki mutu proses
pembelajaran di kelas, untuk itu permasalahan yang muncul pada penelitian ini
berasal dari kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sudah
dikenal lama di dalam dunia pendidikan. Dalam iterature berbahasa inggris,
istilah penelitian ini disebut dengan
Classroom Action Research (CAR). Penelitian Tindakan Kelas merupakan studi
yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam
pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan
tersebut.
Menurut Elliott (kunandar, 2009) mengatakan
bahwa penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi social dengan
kemungkinan tindakan untuk memperbgaiki kualitas situasi sosial tersebut.
Alur penelitian yang digunakan
adalah model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (Suwangsih, 1998:56). Model ini biasa
disebut model Kemmis dan taggart yang dikembangkan pada tahun 1988. Pada model
ini Kemmis dan taggart melakukan empat kegiatan dalam PTK yang terjadi
pada setiap siklus, yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan
(observe), refleksi (reflect). Adapun bagan dari model ini adalah sebagai
berikut:
PLAN
|
REVISED
PLAN
|
REVISED
PLAN
|
ACT
|
OBSERVE
OBSERVE
|
ACT
|
ACT
|
REFLECT
|
OBSERVE
|
CYCLE III
|
CYCLE II
|
REFLECT
|
OBSERVE
|
REFLECT
|
CYCLE I
|
Gambar 1
Model PTK Kemmis dan Taggart
(Suwangsih, 1998:56)
2.
Setting Penelitian
Lokasi
penelitian merupakan tempat dimana proses kegiatan penelitian berlangsung. Pada
lokasi penelitian ini akan di paparkan sebuah informasi dan profil yang
dimiliki oleh tempat atau dalam hal ini Sekolah Dasar yang dijadikan objek penelitian
yaitu Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung.
Dalam
penelitian ini yang akan dijadikan subjek penelitiannya adalah Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung, yang dipandang memiliki
permasalahan dalam belajar PKn khususnya pada pokok bahasan bentuk-bentuk
keputusan bersama. Subjek penelitian merupakan sasaran yang akan difokuskan
menjadi tempat dilakukan penelitian, yang nantinya akan dihasilkan data-data
dan informasi-informasi mengenai subjek penelitian tersebut sebagai bahan
perbaikan.
3.
Instrument Penelitian
Untuk
dapat mengetahui peningkatan atau perubahan belajar siswa setelah diterapkan
pendekatan realistik dalam pmbelejaran matematika pada pokok bahasan operasi
hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, peneliti dalam hal ini
mencanangkan empat instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang
didapatkan pada tahapan penelitian, instrument-instrumen tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Lembar Observasi
2. Wawancara
3. Tes Evaluasi
4.
Metode Pengumpulan Data
metode pengumpulan data menggunakan
beberapa instrument yaitu: lembar observasi, angket dan tes evaluasi.
a. Lembar observasi digunakan untuk
memperoleh data tentang aktivitas guru dan siswa dalam penerapan metode
sosiodrama dalam meningkatkan prestasi belajar.
b. Wawancara digunakan untuk memperoleh
data tentang pendapat siswa dalam penerapan metode sosiodrama dalam
meningkatkan prestasi belajar.
c. Tes
evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa dalam
penerapan metode
sosiodrama.
5.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif.
a. Analisis data kualitatif digunakan
pada data hasil observasi dan angket dengan triangulasi. Triangulasi
berdasarkan tiga sudut pandang, yakni sudut pandang guru sebagai peneliti,
sudut pandang siswa dan sudut pandang mitra peneliti yang melakukan pengamatan
(kunandar, 2008: 108)
b. Analisis data kuantitatif digunakan
pada data hasil tes evaluasi belajar siswa dengan
statistika deskriptif.
I.
Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dirinci dengan tabel berikut:
|
J.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. (2004). Psikologi belajar. Jakarta:
Alfabeta.
Ahmadi, Abu. H. (2005). Stategi
Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Anitah, Sri. (2007). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka
Aris. (2008). Melatih Anak Bersikap Toleran Lewat Sosiodrama.
(Online). Tersedia: Http://www.pkab.wordpress.com,
[07 Mei 2013].
Depdiknas. (2006). Kurikulum
2006. Jakarta: Media Makmur Majumandiri
Fikri, S.N. (2009). Metode-Metode Mengajar, Pre Test, Appersepsi,
Post Test, dan Tanya Jawab. (Online). Tersedia: Http//www.fikrinatuna.Blogspot.Com.
html, [07 Mei 2013].
Kardiyat Wiharyanto. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Ardana Media.
Kunandar.
(2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan
Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
M. Sobri Sutikno. (2009). Strategi
Belajar Mengajar. Yogyakarta: Andi Offset.
Pakguruonline. Strategi dan Metode.
(Online). Tersedia: Http://www.pakguru.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b12.html, [ 07 Mei 2013 ].
Sudjana,
N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Suwangsi, Erna. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung:
UPI Press.
0 komentar:
Posting Komentar