Jumat, 10 Mei 2013

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS



A.      Judul
Penerapan Metode Sosiodrama Dalam Pembelajaran PKn Pada Pokok Bahasan Bentuk-Bentuk Keputusan Bersama Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar di sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas di sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI)
B.       Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Depdiknas, 2006).
Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
1.    Berfikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2.    Berprestasi secara cerdas dan tanggung jawab serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.    Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4.    Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Ditjen Depdiknas pada tahun 2006 memutuskan bahwa kompetensi pendidikan kewarganegaraan adalah mengantarkan peserta didik menjadi ilmuwan dan professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis dan berkeadaban dan menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem pancasila (Kardiyat, 2008:6).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan warga negara agar dalam memasuki kehidupan bermasyarakat dapat mengembangkan kehidupan pribadi yang memuaskan, menjadi warga negara yang berkesadaran kebangsaan yang tinggi serta bertanggung jawab pada NKRI yang bersendikan pancasila. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, hendaknya dirancang cara pembelajaran yang terampil dan mendapat pengalaman nyata sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga setelah terjun dalam masyarakat kelak.
Cara membelajarkan siswa supaya terampil dan mendapat pengalaman belajar yang berharga masih menjadi masalah di lapangan. Masalah yang dimaksud adalah siswa mengalami kesulitan dalam membedakan ciri-ciri musyawarah dan voting karena setiap pembelajaran PKn siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru lalu menghafal materi tersebut serta siswa masih memilih teman yang akrab untuk dijadikan kelompoknya.
Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran PKn pada semester genap 2012/2013 dalam pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama di SD Laboraturiom Percontohan UPI kelas V, tergambar belum dapat mendesain strategi pembelajaran secara maksimal. Guru membagi kompetensi dasar yang telah ada dalam 2 kali pertemuan. Setiap satu pertemuan terdapat alokasi waktu sebanyak 2 kali 35 menit. Strategi yang diciptakan adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran secara  konvensional (ceramah). Hal ini dilakukan berdasarkan isi materi pelajaran tentang bentuk-bentuk keputusan bersama dan adanya asumsi guru tentang masih banyaknya siswa kelas V yang menyukai tanya jawab saat proses belajar.
Pada pelaksanaan pembelajaran tersebut, pertama-tama guru meminta masing-masing siswa membaca materinya yang terdapat pada buku ajar PKn kelas V selama kurang lebih 15 menit. Kemudian guru menerangkan materi secara lisan kepada siswa kurang lebih selama 40 menit. Namun selama 40 menit itu, berbagai masalah terjadi pada siswa. Tidak banyak di antara mereka yang mendengarkan penjelasan yang disampaikan guru. Mereka lebih memfokuskan diri pada permainan-permainan yang dilakukannya sebelum melaksanakan pembelajaran, dan juga terdapat sebagian besar siswa yang sedang mengobrol dengan teman sebangkunya dan ada juga di antaranya yang melakukan iseng kepada teman-temannya yang berada di dekat ataupun yang lebih jauh darinya.
Begitu juga dalam pelaksanaan diskusi kelompok, guru meminta siswa untuk memilih teman sekelompoknya. Sehingga pada saat menyelesaikan tugas, siswa lebih asik mengobrol dengan teman sebangkunya dan ada juga diantaranya yang iseng kepada teman-temannya yang berbeda di dekat ataupun yang lebih auh darinya.
Melihat kondisi dan situasi siswa yang seperti itu, beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu: (1) siswa kebingungan pada saat membedakan ciri-ciri pokok musyawarah dan voting; (2) siswa menerima materi secara pasif. Siswa hanya mendengarkan dan menghafal materi yang dipelajari; (3) siswa kurang memiliki sikap kerjasama ketika diskusi.
Beberapa penyebab yang menjadi masalah tersebut adalah: (1) guru menggunakan metode yang kurang tepat; (2) guru kurang menanamkan pengalaman belajar yang mendalam kepada siswa; (3) guru tidak membagikan tugas yang jelas kepada siswa saat diskusi kelompok.
Jika kondisi pembelajaran yang demikian terus berlangsung, maka untuk menciptakan siswa yang terampil dan memiliki pengalaman belajar yang berharga tidak tercapai. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya dapat mengatasi masalah ini dengan menerapkan berbagai cara melalui penerapan pendekatan, model dan metode pembelajaran. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh seorang guru adalah sebagai berikut: (1) metode diskusi; (2) pendekatan keterampilan proses; (3) metode sosiodrama.
Dari tiga alternatif cara untuk mengatasi masalah tersebut dipilih salah satu alternatif yang dirasa tepat, yaitu Metode Sosiodrama. Menurut syaifullah (2008) yang mengatakan bahwa “metode sosiodrama akan : (1) dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa (2) sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias (3) membangkitkan gairah dan semangat optomisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi (4) dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri”. Pada kesempatan ini perbaikan pembelajaran pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama di kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI Kota Bandung melalui Metode Sosiodrama.
C.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah umum penelitian ini dapat dirumuskan “Bagaimana Penerapan Metode Sosiodrama Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bentuk-Bentuk Keputusan Bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI”. Secara khusus rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.    Bagaimana penerapan Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
2.    Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
3.    Bagaimana prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI?.
D.      Tujuan Penelitian
Tuuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui gambaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.
2.      Mengetahui gambaran aktivitas siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.
3.      Mengetahui gambaran prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Metode Sosiodrama pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.

E.       Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari perbaikan pembelajaran ini adalah:
1.    Bagi Ilmu Pengetahuan
a.    Memperkaya metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran PKn pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
b.    Sebagai bukti bahwa Metode Sosiodrama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
2.    Bagi Siswa
a.    Siswa akan mengalami hal baru karena ada metode yang berbeda dalam setiap pokok bahasan.
b.    Siswa membiasakan kerjasama dalam proses belajar
3.    Bagi Guru
a.    Merupakan sarana untuk menambah wawasan tentang pembelajaran.
b.    Mendapat satu alternatif metode pembelajaran pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama.
F.       Asumsi dan Hipotesis Tindakan
1.    Asumsi
a.    Metode sosiodrama dapat memberikan pengalaman tentang situasi sosial tertentu (Ahmadi, 2005:82).
b.    Metode sosiodrama dapat mengembangkan kreatifitas siswa dan memupuk kerjasama antar siswa (Winarno dalam pakguruonline).
2.    Hipotesis Tindakan
Metode Sosiodrama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama kelas V SD Laboraturiom Percontohan UPI.






G.      Kajian Pustaka
1.    Metode Pembelajaran
Pendidikan memegang peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkaualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila siswa dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar seseorang, ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu, kemampuan guru (profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan metode-metode yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Berdasarkan definisi atau pengertian metode pembelajaran yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.
Menurut Nana Sudjana (1989:78 – 86), terdapat bermacam-macam metode dalam mengajar, yaitu Metode ceramah, Metode Tanya Jawab, Metode Diskusi, Metode Resitasi, Metode Kerja Kelompok, Metode Demonstrasi dan Eksperimen, Metode sosiodrama (role-playing), Metode problem solving, Metode sistem regu (team teaching), Metode latihan (drill), Metode karyawisata (Field-trip), Metode survai masyarakat, dan Metode simulasi.

2.    Metode Sosiodrama
2.1 Pengertian Sosiodrama
Istilah sosiodrama dan bermain peranan (role playing) dalam metode merupakan dua istilah yang kembar, bahkan di dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti. Namun, pada prinsipnya keduanya merupakan metode yang berbeda. Sosiodrama dimaksud adalah sebuah metode mengajar dengan mendemonstrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial  (Ahmadi, 2005: 65). Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi.
Winarno (dalam pakguruonline) juga menjelaskan definisi keduanya dengan lebih rinci lagi yaitu sosidrama berasal dari dua kata yaitu “sosio” yang berarti sosial dan “drama” yang berarti suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung konflik, pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih, sedangkan bermain peranan berarti memegang fungsi sebagai orang yang dimainkannya, sebagai contoh berperan sebagai Lurah, Penjudi, Presiden dan sebagainya. Namun dari hal tersebut, ia menggabungkan kedua istilah itu dalam satu pengertian yang sama yaitu “Metode Sosiodrama” yang artinya suatu metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dalam hal ini, Winarno menjelaskan bahwa masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa di bawah pimpinan guru untuk mengajarkan cara-cara bertingkah laku dalam hubungan antar sesama manusia. Dan cara yang paling baik untuk memahami nilai sosiodrama adalah dengan mengalami sendiri sosiodrama tersebut dan mengikuti penuturan terjadinya sosiodrama serta langkah-langkah guru pada saat memimpin sosiodrama.
Anitah (2007:23) juga mendeskripsikan pengertian metode sosiodrama yang seirama dengan Ahmadi bahwa sosiodrama adalah salah satu bentuk mengajar yang dilakukan oleh kelompok untuk melakukan aktivitas belajar memecahkan masalah yang berhubungan dengan masalah individu sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sosiodrama dam bermain peranan (role playing) merupakan dua istilah yang berbeda dalam metode, meskipun keduanya mengandung pengertian yang sama yaitu mendramatisasikan masalah-masalah sosial.  Hanya saja keduanya memiliki titik tekan yang berbeda-beda. Sosidrama berada pada titik tekan pendemonstasian sikap atau tingkah laku yang sesuai dengan sikap atau tingkah laku masyarakat dalam hubungan sosial. Sedangkan bermain perana (role playing) dengan menekankan pada karakter pelaku sebenarnya.
Agar dapat menghasilkan kegiatan bersosiodrama secara efektif, kemampuan guru yang harus diperhatikan untuk menunjang metode sosiodrama diantaranya:
a.    Mampu membimbing siswa dalam mengarahkan teknik, prosedur dan peran yang akan dilakukan dalam sosiodrama.
b.    Mampu memberikan ilustrasi.
c.    Mampu menguasai pesan yang dimaksud dalam sosiodrama.
d.   Mampu mengamati secara proses yang dilakukan oleh siswa.
Adapun kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan untuk menunjang metode sosiodrama diantaranya:
a.    Kondisi minta perhatian dan motivasi dalam sosiodrama
b.    Pemahaman terhadap pesan yang akan disosiodramakan.
c.    Kemampuan dasar berkomunikasi dan berperan.
2.2  Penggunaan Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama menurut Ahmadi (2005:82) dapat digunakan apabila:
1) keterangan secara lisan tidak dapat menerangkan pengertian yang   dimaksud;
2)  memberikan gambaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi sosial tertentu;
3) memberikan kesempatan untuk menilai atau pandangan mengenai suatu tingkah laku sosial menurut pandangan masing-masing;
4)   belajar menghayati sendiri keadaan;
5) memberikan kesempatan untuk belajar mengemukakan penghayatan sendiri mengenai suatu situasi sosial tertentu dengan mendramatisasikannya di depan penonton dan bukan memberikan keteranmgan secara lisan;
6) memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam situasi sosial tertentu.
2.3  Tujuan Penggunaan Metode Sosiodrama
Dalam sebuah kegiatan, pasti terdapat suatu tujuan yang ingin dicapai. Menurut beberapa pendapat, disebutkan beberapa tujuan diadakannya sosiodrama, yaitu:
1)      Ahmadi (2005 : 81) menjelaskan beberapa tujuan penggunaan sosiodrama antara lain: a) menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial tertentu, b) menggambarkan bagaimana cara pemecahan suatu masalah sosial, c) menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis terhadap sikap atau tingkah laku dalam situasi sosial tertentu, d) memberikan pengalaman untuk menghayati situasi sosial tertentu, dan e) memberikan kesempatan untuk menijau suatu situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu.
2)      Sudjana (2002 : 84) juga menjelaskan beberapa tujuan yang diharapka dengan sosiodrama antara lain: a) agar seseorang dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, b) dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab, c) dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, d) merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah.
Dari beberapa tujuan diatas, peneliti ingin menambahkan beberapa tujuan diterapkanya metode sosiodrama dalam sebuah pembelajaran diantaranya :
1.    Membangkitkan gairah belajar siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
2.     Meningkatkan potensi yang ada dalam diri siswa.
3.     Meningkatkan semangat kerjasama dengan teman-temannya untuk dapat memecahkan masalah-masalah sosial.
4.   Menghilangkan rasa malu pada diri siswa dan meningkatkan rasa percaya diri pada mereka.
2.4  Kelebihan dan Kekurangan Metode Sosiodrama
Ada beberapa pendapat tentang kelebihan dan kekurangan metode sosiodrama diantaranya:
1.      Kelebihan
Ahmadi (2005:65) menjelaskan beberapa kebaikan dari metode sosiodrama antara lain 1) melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian; 2) metode ini akan menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup; 3) anak-anak dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri; 4) anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur.
Ahmadi melanjutkan kelebihan-kelebihan sosiodrama tersebut yaitu 1) memperjelas situasi sosial yang dimaksud; 2) menambah pengalaman tentang situasi sosial tertentu; 3) mendapat pandangan mengenai suatu tindakan dalam sustu situasi sosial dari berbagai sudut (Ahmadi, 2005:82)
Fikri (2009) juga menyebutkan beberapa kebaikan dari sosiodrama diantaranya 1) memiliki keuntungan dapat menyalurkan perasaan-perasaan atau keinginan-keinginan terpendam karena memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan (mencurahkan) penghayatan mereka mengenai suatu problem didepan orang banyak (murid-murid); 2) untuk mengajar anaknya supaya ia bisa menempatkan dirinya diantara orang lain.
Winarno (dalam pakguruonline) menambahkan kebaikan dari metode sosiodrama adalah 1) mengembngkan kreatifitas siswa; 2) memupuk kerjasama antar siswa; 3) menumbuhkan bakat siswa dalam seni drama; 4) siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri; 5) memupuk keberanian berpendapat didepan kelas; 6) melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan dalam waktu singkat.
Ada kebaikan lain yang diungkapkan oleh syaifullah (2008) yaitu 1) dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) sangat menarik bagi siswa sehinga memungkinkan kelas menjadi dinamis; 3) membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi; 4) dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri; 5) dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan professional siswa dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja
2.  Kekurangan
Disamping terdapat kebaikan-kebaikan, metode sosiodrama juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya:
1)      metode ini memerlukan waktu cukup banyak; 2) memerlukan persiapan yang teliti dan matang; 3) kadang-kadang anak-anak tidak mau mendramatisasikan suatu adegan karena malu; 4) kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabiala pelaksanaan dramatisasi itu gagal, Ahmadi (2005:65).
Dalam masalah ini, Ahmadi (2005:82) menambahkan beberapa kekurangan metode sosiodrama ini yaitu 1) situasi sosial yang didramatisasikan hanyalah tiruan; 2) situasi ini dalam kelas berbeda dengan situasi yang sebenarnya dimasyarakat.
Sama dengan kebaikan-kebaikan diatas, fikri (2009) juga mengemukakan beberapa kelemahan dari metode sosiodrama diantaranya, 1) situasi sosial yang diciptakan dalam suatu lakon tertentu, tetap hanya merupakan situasi yang memiliki kekurangan kulitas emosional dengan situasi sosial sebenarnya; 2) sukar untuk memilih anak-anak yang betul-betul berwatak cemerlang untuk memecahkan sebuah masalah; 3) perbedaan adat istiadat kebiasaaan dan kehidupan dalam masyarakat akan mempersulit mengaplikasikan metode ini; 4) anak-anak yang tidak mendapatkan giliran akan menjadi pasif.
Dan Winarno (dalam pakguruonline) juga demikian, ia menyebutkan beberapa kelemahan dari metode sosiodrama dalam artikelnya yaitu  1) adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tidak tercapai; 2) pendengar (siswa yang tidak berperan) sering mentertawakan tingkah laku pemain sehingga merusak suasana.
Senada dengan Surakhmad, Syaifullah (2008) juga menyebutkan beberapa kekurangan dari sosiodrama antara lain :  1) memerlukan kreatifitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan tidak semua guru memilikinya; 2) kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan tertentu; 3) apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peranan mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik tetapi sekaligus tujuan pengajaran tidak tercapai; 4) tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini; 6) pada pelajaran agama masalah aqidah, sosiodrama dan bermain peranan sulit diterapkan.
2.5  Langkah-langkan Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama secara teoritis telah banyak dikenal oleh sebagian besar pendidik kita, namun secara praktisi masih banyak di antara mereka yang belum memahaminya. Terdapat beberapa petunjuk untuk dapat menerapkan metode ini, ada yang mengungkapkan secara sederhana dan ada juga yang menjelaskan secara terperinci petunjuk-petunjuk tersebut. Namun pada prinsipnya petunjuk-petunjuk itu adalah sama. Dan dalam penerapannya, dapat dikembangkan tersendiri oleh yang bersangkutan.
Adapun beberapa petunjuk atau langkah-langkah dalam menggunakan metode sosiodrama ini tersaji dalam beberapa tahap diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, Engkoswara (Usman, 2002:52) mengatakan bahwa sebelum melakukan sosiodrama diperlukan penentuan pokok permasalahan yang akan didramatisasikan terlebih dahulu, menentukan para pemain, dan mempersiapkan para siswa sebagai pendengar yang menyaksikan jalannya cerita. Masalah yang akan didramatisasikan dipilih secara bertahap, dimulai dari persoalan yang sederhana dan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan berikutnya yang agak sukar dan lebih bervariasi . Dan juga perlu diingat, masalah-masalah yang akan ditetapkan harus menarik perhatian siswa (Sudjana, 2002:85) serta ditambahkan oleh Hendrowiyono (2004:34) yang mengatakan bahwa situasi masalah yang akan ditetapkan harus sesuai dengan tingkat usia siswa.
Engkoswara melanjutkan kembali pembahasan di atas dengan menjelaskan cara memilih dan menentukan para pelaku, yang menurutnya dalam pemilihan para pelaku hendaknya secara sukarela atau bila tidak mungkin, sebaiknya guru menunjuk siswa yang dianggap cakap dan cocok untuk memainkan peranan yang direncanakan. Suhirman (2008) menegaskan para pelaku yang dipilih sebaiknya yang memahami persoalan dan mempunyai daya fantasi, bukan anak yang pandai melucu atau pemalu.
2. Tahap pelaksanaan.
Setelah tahap-tahap dalam persiapan terselesaikan, siswa dipersilahkan untuk mendramatisasikan masalah-masalah yang diminta selama kurang lebih 4 sampai 5 menit berdasarkan pendapat dan inisiasi mereka sendiri (Engkoswara dalam Usman, 2002:52).
Dalam hal ini, Ahmadi (2005:80) menambahkan bahwa dalam melaksanakan sosiodrama siswa diberi kesempatan untuk menggambarkan, mengungkapkan, atau mengekspresikan suatu sikap, tingkah laku atau penghayatan sesuatu yang dipikirkan, dirasakan, atau diinginkan seandainya ia menjadi tokoh yag diperankannya itu secara spontan. Semua teks atau naskah cerita tidak diperlukan oleh siswa pada saat itu. Mereka cukup memahami garis-garis besar yang akan didramatisasikan.
Menanggapi hal tersebut, Engkoswara sependapat dengannya dan mengatakan bahwa bermain peran yang secara spontan diharapkan akan dapat mewujudkan jalannya cerita dengan peran guru hanya sebagai pengawas serta akan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuanya dalam bermain peran.
Pada saat itu, ia juga menjelaskan apabila dalam pelaksanaan permainan itu terjadi kemacetan, maka guru sebaiknya segera bertindak dengan menunjuk siswa lain untuk menggantikannya, atau siswa yang memainkan peran tersebut diberikan isyarat atau aba-aba agar mereka dapat membetulkan permainannya. Dan dalam pelaksanaan sosiodrama ini menurutnya tidak perlu harus selesai akan tetapi juga dapat dilanjutkan oleh siswa yang lainnya.
Namun demikian, sebelum pelaksanaan sosiodrama ini terselesaikan, Sudjana (2002:85) dan Hendrowiyono (2004:34) mengatakan bahwa guru dapat menghentikan sosiodrama tersebut apabila berada pada situasi yang memuncak/ketegangan dan kemudian membuka diskusi kelas untuk memecahkan masalah-masalah yang disosiodramakan secara bersama-sama.
3. Tahap Tindak Lanjut
Seperti yang telah diungkapkan oleh sudjana dan hendrowiyono di atas bahwa apabila sosiodrama telah berakhir, maka diperlukan sebuah upaya tindak lanjut. Dan mereka mengatakan diskusi sebagai salah satu alternatifnya.
Engkoswara (dalam Usman, 2002:53) mengungkapkan bahwa sosiodrama merupakan sebuah metode mengajaw, jadi dalam praktiknya tidak hanya berakhir pada pelaksanaan dramatisasi semata, melainkan hendaknya dapat dilanjutkan dengan tanya jawab, diskusi, kritik, atau analisis persoalan. Dan bila dipandang perlu, siswa lainnya diperbolehkan mengulang kembali peranan tersebut dengan lebih baik lagi.
Sudjana (2002:95) menambahkan bahwa sebagai salah satu upaya tindak lanjut siswa dapat melakukan aktifitas menilai atau memberi tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat kesimpulan hasil sosiodrama.
3.    Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 138). Apa yang dicapai oleh siswa  setelah
melakukan kegiatan belajar sering disebut prestasi belajar (Tohirin,
2005: 151). Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga criteria tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha dari kegiatan belajar dan interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kesempurnaan pada tiga aspek tersebut harus terpenuhi oleh siswa sesuai dengan tingkat keberhasilansesuatu dalam mempelajari materi pelajaran agar memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga.
H.      Metode Penelitian
1.    Metode Penelitian
Dengan melihat permasalahan yang menjadi objek dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini berhubungan dengan bidang penelitian yang dilakukan sesuai dengan wilayah cakupannya yang meliputi ruang lingkup sebuah kelas, karena penelitian ini mampu meningkatkan dan memperbaiki mutu proses pembelajaran di kelas, untuk itu permasalahan yang muncul pada penelitian ini berasal dari kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sudah dikenal lama di dalam dunia pendidikan. Dalam iterature berbahasa inggris, istilah penelitian ini disebut dengan Classroom Action Research (CAR). Penelitian Tindakan Kelas merupakan studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut.
Menurut Elliott (kunandar, 2009) mengatakan bahwa penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi social dengan kemungkinan tindakan untuk memperbgaiki kualitas situasi sosial tersebut.
Alur penelitian yang digunakan adalah model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (Suwangsih, 1998:56). Model ini biasa disebut model Kemmis dan taggart yang dikembangkan pada tahun 1988. Pada model ini Kemmis dan taggart melakukan empat kegiatan dalam PTK yang terjadi pada setiap siklus, yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), refleksi (reflect). Adapun bagan dari model ini adalah sebagai berikut:






PLAN
REVISED
PLAN
REVISED
PLAN
ACT
OBSERVE
OBSERVE

ACT
ACT
REFLECT
OBSERVE
CYCLE III
CYCLE II
REFLECT
OBSERVE
REFLECT
CYCLE I
 
















Gambar 1
Model PTK Kemmis dan Taggart (Suwangsih, 1998:56)

2.    Setting Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana proses kegiatan penelitian berlangsung. Pada lokasi penelitian ini akan di paparkan sebuah informasi dan profil yang dimiliki oleh tempat atau dalam hal ini Sekolah Dasar yang dijadikan objek penelitian yaitu Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung.
Dalam penelitian ini yang akan dijadikan subjek penelitiannya adalah Siswa Kelas V Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung, yang dipandang memiliki permasalahan dalam belajar PKn khususnya pada pokok bahasan bentuk-bentuk keputusan bersama. Subjek penelitian merupakan sasaran yang akan difokuskan menjadi tempat dilakukan penelitian, yang nantinya akan dihasilkan data-data dan informasi-informasi mengenai subjek penelitian tersebut sebagai bahan perbaikan.
3.    Instrument Penelitian
Untuk dapat mengetahui peningkatan atau perubahan belajar siswa setelah diterapkan pendekatan realistik dalam pmbelejaran matematika pada pokok bahasan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, peneliti dalam hal ini mencanangkan empat instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang didapatkan pada tahapan penelitian, instrument-instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Lembar Observasi
2.      Wawancara
3.      Tes Evaluasi
4.    Metode Pengumpulan Data
metode pengumpulan data menggunakan beberapa instrument yaitu: lembar observasi, angket dan tes evaluasi.
a.       Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru dan siswa dalam penerapan metode sosiodrama dalam meningkatkan prestasi belajar.
b.      Wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang pendapat siswa dalam penerapan metode sosiodrama dalam meningkatkan prestasi belajar.
c.       Tes evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa dalam penerapan metode sosiodrama.
5.    Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif.
a.       Analisis data kualitatif digunakan pada data hasil observasi dan angket dengan triangulasi. Triangulasi berdasarkan tiga sudut pandang, yakni sudut pandang guru sebagai peneliti, sudut pandang siswa dan sudut pandang mitra peneliti yang melakukan pengamatan (kunandar, 2008: 108)
b.      Analisis data kuantitatif digunakan pada data hasil tes evaluasi belajar siswa dengan statistika deskriptif.
I.         Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian dirinci dengan tabel berikut:
No.
Kegiatan Penelitian
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
1
Persiapan PTK:
-  Observasi/pra tindakan;
-  Penyusunan tindakan;
-  Penyusunan instrumen pembelajaran dan pengumpulan data.



2
Pelaksanaan(siklus PTK):
-    Pelaksanaan siklus 1.
-    Refleksi siklus 1.
-    Pelaksanaan siklus 2.
-    Refleksi siklus 2
-    Pelaksanaan siklus 3 (jika diperlukan).
-    Refleksi siklus 3.




3
Pelaporan PTK






J.        Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: Alfabeta.
Ahmadi, Abu. H. (2005). Stategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Anitah, Sri. (2007). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Aris. (2008). Melatih Anak Bersikap Toleran Lewat Sosiodrama. (Online). Tersedia: Http://www.pkab.wordpress.com, [07 Mei 2013].
Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006. Jakarta: Media Makmur Majumandiri
Fikri, S.N. (2009). Metode-Metode Mengajar, Pre Test, Appersepsi, Post Test, dan Tanya Jawab. (Online). Tersedia: Http//www.fikrinatuna.Blogspot.Com. html, [07 Mei 2013].
Kardiyat Wiharyanto. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ardana Media.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
M. Sobri Sutikno. (2009). Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Andi Offset.
Pakguruonline. Strategi dan Metode. (Online). Tersedia: Http://www.pakguru.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b12.html, [ 07 Mei 2013 ].

Sudjana, N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Suwangsi, Erna. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.


0 komentar:

Posting Komentar

KLIK SAJA :)

Postingan Populer